Menjadikan jamu sebagai tuan rumah di negerinya sendiri, adalah sebuah
tugas yang tidak mudah. Walaupun saat ini, trend kembali ke alam tengah
meningkat, bukan berarti membentuk kepercayaan masyarakat akan khasiat
dari jamu, bisa secepat mungkin dicapai.
Masyarakat Indonesia begitu dimanjakan dengan produk-produk kimia, terutama untuk mengatasi penyakitnya. Obat-obatan kimiawi selalu menjadi pilihan pertama di setiap pengobatan.
Membimbing masyarakat untuk memahami, bahwasannya Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan berkhasiat obat, bukan hanya menjadi tugas ahli pengobatan tradisional. Sudah selayaknya, baik pemerintah maupun profesional dalam kesehatan turun tangan melakukan edukasi kepada masyarakat. Di tengah tingginya ragam tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia, ternyata Cina, India dan Korea, masih lebih berani untuk melakukan pengembangan obat tradisional ini.
Sebelumnya, sebuah survey pernah dilakukan untuk melihat seberapa populer jamu pada masyarakat Indonesia. Hasilnya adalah, hampir 50% penduduk Indonesia pernah mengkonsumsi jamu untuk mengobati dirinya. Survey ini memperlihatkan, walaupun pengobatan konvensional masih menjadi pilihan utama, namun masyarakat Indonesia juga mencari alternatif lain untuk pengobatannya, baik itu untuk menggantikan obat konvensional atau mendampingi terapi dengan obat konvensional.
Banyak alasan mengapa profesional kesehatan seperti dokter ataupun apoteker tidak melakukan edukasi mendalam mengenai obat bahan alam ini, terutama untuk jamu tradisional. Kendala utama edukasi dan pemanfaatan jamu dalam pengobatan adalah, bukti ilmiah yang terkumpul masih sangat sedikit. Kurangnya bukti ilmiah, yang menyebabkan tenaga kesehatan belum merekomendasikan jamu kepada pasiennya. Bukti empiris atau pengalaman masyarakat tidaklah cukup kuat untuk menjadikan dokter dan apoteker memberikan rekomendasi memakai jamu dalam pelayanan kesehatan yang dilakukannya.
Dalam sebuah situs dikatakan, bahwa proses santifikasi jamu ini telah
dimulai sejak 2010. Langkah pertama yang dilakukan Depkes adalah dengan
memberikan pelatihan khusus kepada dokter, yang nantinya akan disapa
dengan sebutan dokter jamu. Sampai dengan Agustus 2012, telah terdapat
60 orang dokter, yang melakukan praktek pelayanan kesehatan dengan
menggunakan jamu. Dokter-dokter ini telah mendapatkan sertifikat, dan
juga ditempatkan di puskesmas-puskemas Indonesia.
Dalam melakukan pelayanan, dokter jamu juga tidak boleh memberikan saran penggunaan jamu, yang belum terbukti khasiatnya secara riset penelitian ilmiah. Dokter harus mengikuti perkembangan penelitian ilmiah tentang jamu, sebagai acuan dalam memberikan terapi.
Beberapa tanaman yang dianggap telah lolos uji saintifikasi jamu sendiri antara lain misal untuk pelangsing tubuh daun jati belanda, penurun kolesterol ada kunyit, temulawak, meniran, untuk diabetes ada sambiloto dicampur brotowali, temulawak, kunyit dan meniran yang formula dan takarannya sudah melalui riset terstandar.
Pemerintah juga berharap agar sosialisasi awal dan edukasinya bisa diawali dari dokter, yang ketika berhadapan dengan pasien, membeikandua alternatif pengobatan, yaitu medik dan non medik. Suatu saat, ketika masyarakat mulai melihat keunggulan dari jamu, dokter telah bertambah keilmuannya.
Tidak hanya dokter, program saitifikasi jamu ini juga didukung penuh oleh organisasi Apoteker. Pada Kongress Ilmiah Internasional Apoteker Asia Pasific di Bali September 2012 yang lalu, program saintifikasi jamu menjadi satu topik yang dibahas dan kongres yang bertema “Culture And Medicineâ€. Dalam kongres itu dibahas mengenai bagaimana praktik farmasi dan posisi budaya kesehatan tradisional tersebut memberikan kontribusi pada dunia kesehatan.
Bagimanapun, kesuksesan dari program saintifikasi jamu ini juga berarti kesuksesan bangsa Indonesia dalam melestarikan metoda pengobatan tradisional, yang juga berarti melindungi aset bangsa.
source : here

Masyarakat Indonesia begitu dimanjakan dengan produk-produk kimia, terutama untuk mengatasi penyakitnya. Obat-obatan kimiawi selalu menjadi pilihan pertama di setiap pengobatan.
Membimbing masyarakat untuk memahami, bahwasannya Indonesia memiliki banyak ragam tumbuhan berkhasiat obat, bukan hanya menjadi tugas ahli pengobatan tradisional. Sudah selayaknya, baik pemerintah maupun profesional dalam kesehatan turun tangan melakukan edukasi kepada masyarakat. Di tengah tingginya ragam tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia, ternyata Cina, India dan Korea, masih lebih berani untuk melakukan pengembangan obat tradisional ini.
Sebelumnya, sebuah survey pernah dilakukan untuk melihat seberapa populer jamu pada masyarakat Indonesia. Hasilnya adalah, hampir 50% penduduk Indonesia pernah mengkonsumsi jamu untuk mengobati dirinya. Survey ini memperlihatkan, walaupun pengobatan konvensional masih menjadi pilihan utama, namun masyarakat Indonesia juga mencari alternatif lain untuk pengobatannya, baik itu untuk menggantikan obat konvensional atau mendampingi terapi dengan obat konvensional.
Banyak alasan mengapa profesional kesehatan seperti dokter ataupun apoteker tidak melakukan edukasi mendalam mengenai obat bahan alam ini, terutama untuk jamu tradisional. Kendala utama edukasi dan pemanfaatan jamu dalam pengobatan adalah, bukti ilmiah yang terkumpul masih sangat sedikit. Kurangnya bukti ilmiah, yang menyebabkan tenaga kesehatan belum merekomendasikan jamu kepada pasiennya. Bukti empiris atau pengalaman masyarakat tidaklah cukup kuat untuk menjadikan dokter dan apoteker memberikan rekomendasi memakai jamu dalam pelayanan kesehatan yang dilakukannya.
Saintifikasi jamu adalah sebuah upaya dan proses pembuktian secara
ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan, tidak hanya
berdasarkan pengalaman turun menurun, namun khasiat jamu dibuktikan
secara keilmuan melalui penelitian.
Dalam melakukan pelayanan, dokter jamu juga tidak boleh memberikan saran penggunaan jamu, yang belum terbukti khasiatnya secara riset penelitian ilmiah. Dokter harus mengikuti perkembangan penelitian ilmiah tentang jamu, sebagai acuan dalam memberikan terapi.
Beberapa tanaman yang dianggap telah lolos uji saintifikasi jamu sendiri antara lain misal untuk pelangsing tubuh daun jati belanda, penurun kolesterol ada kunyit, temulawak, meniran, untuk diabetes ada sambiloto dicampur brotowali, temulawak, kunyit dan meniran yang formula dan takarannya sudah melalui riset terstandar.
Pemerintah juga berharap agar sosialisasi awal dan edukasinya bisa diawali dari dokter, yang ketika berhadapan dengan pasien, membeikandua alternatif pengobatan, yaitu medik dan non medik. Suatu saat, ketika masyarakat mulai melihat keunggulan dari jamu, dokter telah bertambah keilmuannya.
Tidak hanya dokter, program saitifikasi jamu ini juga didukung penuh oleh organisasi Apoteker. Pada Kongress Ilmiah Internasional Apoteker Asia Pasific di Bali September 2012 yang lalu, program saintifikasi jamu menjadi satu topik yang dibahas dan kongres yang bertema “Culture And Medicineâ€. Dalam kongres itu dibahas mengenai bagaimana praktik farmasi dan posisi budaya kesehatan tradisional tersebut memberikan kontribusi pada dunia kesehatan.
Bagimanapun, kesuksesan dari program saintifikasi jamu ini juga berarti kesuksesan bangsa Indonesia dalam melestarikan metoda pengobatan tradisional, yang juga berarti melindungi aset bangsa.
source : here
Komentar
Posting Komentar